Sumsel.Wartadaerah.com, Palembang – Dugaan pelanggaran serius mencuat terkait operasional Koat Coffee yang berlokasi di Kota Palembang. Tempat hiburan malam tersebut diduga kuat beroperasi tanpa satu pun dokumen perizinan resmi, termasuk izin bangunan, NPWPD, hingga pajak reklame dan parkir.
Koordinator Koalisi Aksi Masyarakat Peduli Palembang (KAMPP), Rizky Pratama, menegaskan bahwa pihaknya mengapresiasi langkah cepat Komisi III DPRD Kota Palembang yang menindaklanjuti laporan masyarakat hingga terungkapnya fakta bahwa Koat Coffee beroperasi tanpa izin.
“Kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Komisi III DPRD Palembang yang merespons cepat laporan kami. Fakta di lapangan menunjukkan Koat Coffee diduga beroperasi tanpa satu pun izin resmi,” ujar Rizky, Kamis (30/10).
Menurut Rizky, DPRD harus segera mengeluarkan rekomendasi resmi kepada Pemerintah Kota Palembang untuk menyegel dan menutup Koat Coffee, karena aktivitas mereka bukan hanya melanggar administrasi, tetapi sudah masuk ranah pidana.
“Jika tidak segera ditutup, kami menduga kuat Koat Coffee telah melakukan praktik pungutan liar (pungli) terhadap pajak yang dipungut dari konsumen. Ini bukan pelanggaran biasa, tapi dugaan tindak pidana,” tegasnya.
Pihaknya juga mendesak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Palembang agar segera melakukan audit dan pengecekan atas pungutan pajak yang dilakukan pihak Koat Coffee. Sebab, pajak restoran yang dipungut dari konsumen seharusnya hanya dilakukan oleh badan usaha yang telah terdaftar dan memiliki NPWPD resmi.
“Bagaimana mungkin mereka memungut pajak jika belum terdaftar di Bapenda? Ini jelas pelanggaran hukum dan bentuk manipulasi publik,” lanjut Rizky.
Selain dugaan pungli pajak, Rizky juga menyoroti aspek fisik dan legalitas bangunan Koat Coffee yang disebut-sebut tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) atau PBG, serta belum melaporkan pajak reklame dan parkir.
KAMPP menilai lemahnya pengawasan dan tindakan dari aparat pemerintah, terutama Satpol PP Kota Palembang, memperlihatkan ada inkonsistensi dalam penegakan aturan daerah.
“Kami minta Wali Kota Palembang untuk bertindak tegas. Jangan hanya bicara soal Palembang bebas banjir, tapi di sisi lain ada pengusaha yang jelas-jelas melanggar hukum dibiarkan beroperasi,” ucap Rizky dengan nada keras.
Ia menilai, Kasat Pol PP Palembang tidak bisa hanya bersembunyi di balik alasan “menunggu SOP” seperti yang disampaikan di sejumlah media.
KAMPP menegaskan, Perda dan Perwali sudah cukup menjadi dasar tindakan hukum bagi aparat penegak perda untuk menutup tempat usaha ilegal.
“Kami tidak ingin aparat hanya berwacana. Kalau ini dibiarkan, artinya pemerintah daerah memberi ruang bagi pengusaha nakal untuk melawan aturan,” pungkas Rizky.(Rilis)









