Palembang – Provinsi Sumatera Selatan menyusun Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD KSB) yang mengacu pada kegiatan serupa pada tingkat nasional.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan Agus Darwa di Palembang, Kamis, mengatakan penyusunan RAD KSB ini merupakan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) Tahun 2019-2024 yang mengamanatkan kepada para menteri, kepala badan, gubernur dan bupati/wali kota agar melaksanakan RAN KSB 2019-2024 sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.
“Dalam penyusunan RAD KSB ini kami melibatkan multi pihak agar perkebunan sawit dapat berkelanjutan untuk pengembangan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi,” kata dia setelah membuka Lokakarya bertema “Inventarisasi Program Prioritas Daerah dan Penyusunan Matriks Sinkronisasi Rencana Aksi dalam Rangka Penyusunan RAD KSB Provinsi Sumatera Selatan”.
Menurutnya, kesiapan kelembagaan sangat penting untuk menyukseskan penyusunan dan implementasi RAD KSB Provinsi Sumatera Selatan yang tentunya mengacu pada RAN KSB.
Ia mengatakan RAD KSB merupakan arah pembangunan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial budaya.
Kelapa sawit di Sumsel sudah menyebar di hampir 17 kabupaten/kota, adanya RAN KSB dan RAD KSB salah satunya untuk mengatasi polemik yang sering muncul di tingkat internasional, yang menyatakan bahwa sawit merugikan lingkungan, seperti rakus air, rakus hara dan lainnya.
Policy Database Management Researcher World Agroforestry (Icraf) Indonesia Tania Benita mengatakan perencanaan komoditas strategis secara berkelanjutan perlu didorong agar dapat mengurangi dampak negatif industri perkebunan pada lingkungan.
Pengelolaan kelapa sawit yang berkelanjutan penting untuk menjamin keberlanjutan penghidupan masyarakat, terutama petani.
Dengan adanya upaya multi pihak, diharapkan arah pengelolaan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Selatan dapat meningkatkan kesejahteraan petani kecil, menjaga kualitas lingkungan, menguatkan tata kelola perkebunan, serta mempercepat pelaksanaan ISPO di daerah.
Komoditas kelapa sawit telah menjadi salah satu komoditas utama bagi masyarakat dengan luasan mencapai lebih dari 1 juta hektare (Kementerian Pertanian, 2019).
Dengan luasan yang cukup signifikan itu dibutuhkan perencanaan yang komprehensif untuk dapat mengelola lahan perkebunan kelapa sawit secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi yang selaras dengan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca menjadi 29 persen secara mandiri.
Dengan adanya peningkatan iklim usaha komoditas sawit, maka pekebun akan mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas, terjadi percepatan sertifikasi ISPO, dan pada akhirnya target SDGs juga tercapai, kata dia. (Ant)